Rabu, 30 Juni 2010

seberapa Jarak lepas merpati tinggi optimal ????




Lapak2 tinggian di Jakarta kurang lebih memakai jarak lepas diatas 5 km.
Kebanyakan 6 km bahkan ada yg sampai 7 km.

Kenapa harus dilepas sejauh itu sih..???
Soalnya dilakukan perhatian, dengan dilepas jarak 3-4km saja
burung sudah tinggi sekali dan hampir tidak terlihat.
Ditambah lagi ada aturan yg membatalkan lomba bila burung terbang rendah.

Dengan lepasan 3-4km, burung lebih mudah mencapai jarak terjauh di arena terbang. Kemungkinan hilang lebih kecil. Pemain lebih bersemangat. Biaya yg dibutuhkan juga lebih kecil krn tidak harus banyak2 beli burung dan bensin pelepas lebih irit.
Belum lagi dari sisi waktu perjalanan yg lebih singkat.

Karena banyak yangg telah mencapai jarak terbang terjauh di arenanya, maka akan banyak pula yg mendaftar lomba. Dgn demikian lomba jadi semakin meriah.

Bandingkan dgn jarak lepas 7 km. Burung banyak hilang. Latih sampai mentok relatif sangat lama. Pemain bosan menunggu. Ketinggian terbang-pun tidak menunjukan penambahan yg berarti. Bahkan cenderung sama saja dgn lepas 4 km.

Krn banyak yg hilang atau keburu mabung, peserta lomba sedikit sekali.
Di salah satu lapak besar di jakarta dgn jarak lepas 7 km, lomba hanya diikuti dibawah 20 ekor burung. Padahal kalau dilihat, burung yg ada dilapak tsb
jumlahnya ribuan ekor...!!!

Menurut saya sangat ironis dan menyedihkan sekali.

http://www.merpati.org/forum-burung-merpati/12-perawatan-pelatihan/1455-jarak-lepas-merpati-tinggi.html

12 komentar:

  1. pa yang ditulis di atas kurang lebih sama dengan argumentasi saya kenapa kolongan popularitasnya menanjak pesat dibandingkan tinggian. Kesimpulan saya, kalau pemain tinggian tidak melakukan intrspeksi dan inovasi, maka jangan heran akan banyak ditinggalkan komunitasnya.

    Feeling saya, menambah jarak lepasan ini bagian dari strategi kompetisi oran/kelompok tertentu agar persaingan tidak ketat (jumlah peserta sedikit). Karena kalau tujuan menambah jarak untuk menambah ketinggian saya kira tidak benar juga. Burung lepasan 3-4 km sama lepasan 6-7 km ketinggiannya relatif sama, tergantung burungnya juga. Bahkan kalau terlalu jauh bisa saja burung justru terbang pendek karena terlalu lelah.

    Kalau tujuannya ingin main burung alus, ya cari trah yg terbangnya alus, bukan dengan menambah jarak. Sekarang kita kembalikan kepada para pengurus lapak tinggian, mau menyesuaikan dengan tuntutan komunitasnya (

    BalasHapus
  2. kalo merpati saya dilepas terlalu jauh malahan jadi nggak kelihatan, jadi yang ngelepek bingung, karena cuman denger sayup-sayup suara sawangan... mesti nunggu muter-muter diatas dulu baru kelihatan merpatinya (doh)

    BalasHapus
  3. Di Jakarta yang lepasan iatas 5 Km hanya 2 lapak yaiti Pm dan Kemanggisan
    selebihnya berfariasi dari 2,5 km sampai kurang dari 5Km.

    Pm lepasan +- 6.8 Km ukuran sepeda motor ( 5,7 GPS ada rekan yang Ukur),dengan variasi anggin potong dan dorong, benar apa yang dikatakan Admin dalam kejuaraan terbanyak 18 peserta karena terbentur jarak dan waktu sehingga sulit peserta banyak,dan lomba hanya dapat dilakukan pada hari saptu dan minggu,pada hari jumat biasa burung jarang gandeng sehingga ada pertandingan pada hari jumat ada yang lepas di kawasan ( beberapa kali).
    Pm menjadi momo bagi burung burung luar jakarta sulit jadi kalaupun jadi mutunya menurun kecuali Dukati burung EX Jokja.

    dengan lepasan mendekati +- 6,8 Km( 5,7 Km GPS) maka pada bulan bulan tertentu sangat sulit mentok karena anggin balik sekitar 3 sampai 4 bulan,semua ini pernah diutarakan oleh pemain pemain dan beberapa kali mencoba mencari lahan buru sampai sekaran belum terwujud .
    bla dibandingkan Di Pecenongan 4 sampai 4,5 Km burung tinggi tinggi ini tergantung burungnya.

    Lapak kemanggisan.

    Beberapa kali terjadi banyak perubahan dari kurang dari 3 km sampai pernah 6,2 Km Gps( 6,9 Km Sepeda motor) , mas Admin meminjamkan Gps Ke Adi Pragolo untuk mengukur arah dan Jarak di kemanggisan dan kemudaian dimundurkan menjadi 5,5 KM GPS, burung malah lebih nitik dan rata rata tinggi dibandingkan lepasan 6,2 km Gps.

    Kenapa lepasan Dijauhkan ? ,
    Para pemain tinggian mau menghilangkan burung pendek sehingga dibuat lepasan Jauh ,dari apa yang terjadi di Kemanggisan dimana burung burung Pendek ( Tidak disenangi) banyak beredar sebelum lepasan jauh setelah dijauhkan burung burung tersebut tidak kuat sehingga hilang dari peredaran karena bila ikut tinggi tidak turun atau datang terlalu pendek.
    dan Mutu burung terlihat jelas perbedaan kwalitasnya.
    Dalam kejuaraan peserta bisa 30 Peserta.
    Saya kira Lepasan Lapak kemanggisan dengan Dorong anggin burung datang ngemet dan tinggi ini terjadi waktu kemarau.

    Lapak Bonbai .
    Pernah 5,2 Gps dengan lokasi lepasan sebelah kiri,burung banyak datang dari kiri dan saya menyarankan Kepada ketua Bang Panggi supaya lepasan Dirubah ,dan ini terlaksanan setelah lomba dimana lepasan sekarang 4,8 KM GPS dengan lepasan titik tengah burung yang datang lebih ditengan dan ketinggian tidak ada pengaruh.
    Kejuaraan diikuti 36 Peserta
    Lapak Kayting cakung.

    Sala satu lapak Faforit untuk bermain Tinggian mudah jauh dan dorong anngin dimana banyak pemain pemain pindah kesana,setelah lebaran lepasan mulai ditambah saya kurang jelas jaraknya dan diperkirakan +- 4,5 Km dan datang tinggi tinggi,ini menggingatkan Lapak Kemayoran ( PRJ) lepsasan dekat dengan jumlah lapak 50 an latih mudah.

    Di Kayting Latih mudah sehingga membutuhkan waktu yang cepat hanya 3 sampai 4 giringan pada lepasan Yang lama sudah mentok,bahkan ada 2 giringan bisa tanding .

    Kebanyakan menjaukan lepasan karean merasa kurang tinggi,menggusur burung pendek,datang burung belum enak.
    Seperti Mas Admin katakan burung tinggi tetap tinggi malah kejauhan bisa tambah pendek,dan ada pemain yang mengatakan kemanggisan lepasan kurang jauh ,ini menunjukan egois Pribadi padahal bisa dikatakan Kemangggisan pada waktu yang lalu burung datang gremet dan tinggi.Salam.

    BalasHapus
  4. Yang saya belum paham, seolah-olah sudah menjadi ketentuan (hukum) bahwa semakin jauh burung dilepas, maka datangnya akan semakin tinggi. Saya kira asumsi ini perlu dikaji ulang karena asumsi ini mengabaikan fakta bahwa setiap burung punya karakter dan kemampuan terbang yang berbeda-beda. Tidak semua burung terbangnya akan semakin tinggi kalau jarak lepasan ditambah. Bisa juga sebaliknya.

    Harusnya kita lebih fokus pada burungnya, bukan pada jarak lepasannya. Dan kita nggak perlu kuatir dengan burung yang terbangnya pendek, karena kalau nggak gandeng toh lomba batal. Selain itu, nanti juga akan terjadi seleksi bahwa burung yang terbangnya ngerobok, nilainya akan lebih rendah dari yang terbang nggremet. Bagaimanapun juga seleksi alam akan terjadi.

    Tapi kalau dikatakan: makin jauh jarak lepasan, resiko hilang makin besardan waktu latihan lebih lama, nah ini saya setuju banget

    BalasHapus
  5. semuanya memang karena adanya seleksi alam termasuk cara manusia mengakali orang yang mau rada curang, dengan cara :

    1. dimana lapak tinggian tapi burung yang dipelihara burung semi balap (anakan balap dan tinggian). seperti pada lapak kebon kelapa (matraman)tahun 1990 an sampai 2000,(banyak teman teman saya yang ternakin burung balap dan tinggian untuk menghasilkan burung yang terbang tanggung tapi punya tembakan dari depan yang keras seperti burung balap) padahal dulu orang bener benar main burung tinggian yang mana burung turun jan 11 dan 12, semakin lama burung yang turun ke aduan burung yang terbangnya tanggung dan tembak dari depan (jam 9) sehingga burung yang turun jam 11 dan 12 tidak kebagian untuk menang,

    2, pendek batal, tapi ini mempunyai kekurang standar ketinggian yang susah di tetapkan, sehingga banyak keributan..

    begitu lah pendapat saya, mohon koreksinya...

    semua kemabli kemanusiannya, kalau memang tinggian yang peliharalah burung tinggian jangan burung semi balap

    BalasHapus
  6. Saya punya pendapat pribadi, tidak mewakili komunitas atau pengurus lapak mengenai hal tersebut di atas. Jadi kemungkinannya tidak tepat atau bias sangat besar.

    Saya hanya melihat dunia merpati ini dari perspektif hobi, ilmu dan seni. Oleh karena itu saya bisa memahami kenapa para hobis memiliki pilihan sendiri untuk menentukan masuk dalam komunitas balap, pos dan tinggian. Hal ini memang dilatarbelakangi dengan unsur seni yang inheren menempel pada balap, pos dan tinggian. Seni merpati ini kemudian memunculkan kreatifitas lokalistik yang menyesuaikan kebutuhan, kesepakatan-kesepakatan dan komitmen komunitas masing-masing. Sifatnya juga terkadang sangat dinamis dan temporer. Jadi tidak mengherankan kalau kemudian secara substansi unsur seninya tetap dipertahankan, tapi artifisial kreatifitasnya sangat dinamis.

    Apabila kita perhatikan lebih dalam lagi secara khusus terhadap komunitas merpati tinggian, maka seni yang terus menjadi ciri dan dipertahankan adalah unsur terbang tingginya burung. Namun demikian parameter "tinggi" untuk setiap individu, lapak, dan komunitas juga berbeda satu dengan lainnya. Berangkat dari hal ini saja, muncul kreatifitas lokal yang dibuat, disepakati dan menjadi komitmen bersama. Salah satu bentuk kreatifitas lokal tersebut adalah dengan mensiasati bagaimana caranya supaya unsur seni tinggiannya bisa tetap dipertahankan. Beberapa lokal menggunakan cara dengan tali, ada yang dengan pemasangan pembatas dan bentuk-bentuk lainnya. Semua sah-sah saja, dan baik-baik saja. Kreatifitas ini ternyata juga memunculkan bentuk-bentuk kreatifitas lainnya, yang menyesuaikan kondisi alam, lingkungan, dan kebutuhan. Salah satunya adalah kemudian masalah jarak lepasan. Untuk lokalan dan wilayah tertentu sangat dimungkinkan burung sudah dianggap tinggi dengan jarak lepasan tertentu, dengan pertimbangan bahwa kondisi tersebut sudah layak untuk sebuah pertandingan, lingkungan yang memungkinkan dan kondisi alam yang mendukung, dll.

    BalasHapus
  7. Menilik komunitas kolongan, dimana aturan main yang dijadikan acuan dalam pertandingan menggunakan tiang yang ketinggiannya disepakati bersama, dengan 4 sudut yang dihubungan dengan pembatas, dan membentuk kotak yang dipergunakan untuk wilayah pendaratan burung. Syarat sahnya tanding sudah jelas, burung harus masuk kotak atas dan mendarat di tempat yang sudah ditentukan. Komunitas kolongan ini lebih fokus pada aturan main tersebut, sementara jarak lepas menjadi pertimbangan selanjutnya, yang kemungkinan besar disepakati jauhnya harus efisien dan efektif untuk burung datang tinggi dan mudah masuk kotak. Bisa jadi dengan pertimbangan 2 km sampai 3 km jarak lepasan sudah dimungkinkan. Hal yang penting untuk diperhatikan, bahwa ini adalah seni, sesuatu yang mengalir dan tidak bisa dipaksakan, bahkan terkadang tidak untuk dipertanyakan. Bagaimana dengan pendekatan keilmuannya? Hal ini bisa kita cermati dari berbondong-bondongnya komunitas kolongan untuk mengembangbiakkan ternakan mereka yang menyesuaikan kebutuhan, dengan ciri umum seperti burung terbang tinggi dan jatuh tegak lurus. Melakukan hal dimaksud tentunya memerlukan ilmu dan pengetahuan, yang didukung dengan pengalaman.

    Bagaimana dengan merpati tinggian pada tomprangan...??? aturan main yang disepakati dalam tomprangan tidak mewajibkan burung untuk turun secara vertikal tegak lurus, tapi meluncur juga diperbolehkan dan dianggap sah, sepanjang unsur tingginya tetap dipertahankan. Aturan ini juga memunculkan kreatifitas yang disebabkan oleh faktor lingkungan, kondisi alam dan kebutuhan. Untuk burung-burung jenis tertentu, ketinggian yang dibutuhkan baru diperoleh dengan jarak tertentu. Boleh jadi, burung-burung dengan tipe seperti dimaksud sangat signifikan antara jarak lepas dengan ketinggian burung, dimana semakin jauh jarak lepas, maka ketinggian burung semakin memuaskan. Saya pikir ini sah-sah saja dan baik-baik saja. Oleh karena itulah, tidak mengherankan bila lapak tomprangan, memiliki jarak lepasan yang berbeda-beda. Hal ini juga disebabkan karena merpati tinggian memang sulit untuk distandarisasi, karena faktor-faktor alam, lingkungan dan kebutuhan. Kembali pada filosofi semula, bahwa ini adalah seni, sesuatu yang mengalir dan tidak bisa dipaksakan, bahkan terkadang tidak untuk dipertanyakan. Proses keilmuan yang dipergunakan juga sama dengan yang lainnya.

    Lalu bagaimana dengan balap dan pos, dimana jarak lepas juga memiliki perbedaan yang ekstrem? Ketika komunitas balap mempertanyakan jarak lepas komunitas pos, maka muncul pertanyaan besar: "Kenapa harus dilepas jauh-jauh sampai ratusan kilometer? Dilepas 400 meter juga sudah cukup". Demikian pula sebaliknya bagi komunitas pos yang mempertanyakan komunitas balap yang hanya melepas burung di bawah 1,3 km. Saya pikir sama saja bahwa ini adalah seni, sesuatu yang mengalir dan tidak bisa dipaksakan, bahkan terkadang tidak untuk dipertanyakan. Ada hal lain lagi yang dapat dilihat dari aspek struktral dari komunitas pos dan balap, bahwa komunitas ini cenderung lebih mudah untuk distandarisasi, karena memiliki lebih banyak unsur-unsur yang bisa disistematir. Bahkan tidak menutup kemungkinan menjadi standar internasional. Why not....????

    Oleh karena itu, bila kita melihat sesuatu dari perspektif lain, dan berusaha untuk memahami dan "menjadi", maka besar kemungkinan kita akan lebih mengerti, bahwa seni adalah seni.

    BalasHapus
  8. bahwa ini adalah seni, sesuatu yang mengalir dan tidak bisa dipaksakan, bahkan terkadang tidak untuk dipertanyakan.

    Betul mas... seni adlh sesuatu yg mengalir dan tidak bisa dipaksakan. Terkadang kesannya suka2 layaknya seorang seniman yg boleh berbuat sesuka hati, yg penting dianggap 'seni'.
    Tapi... bermain merpati, selain seni individual, juga menyangkut kumpulan komunitas yg di'lombakan'.
    Kalau sudah berhubungan dgn lomba, harus ada acuan yg baku mengenai penilaian dan kriteria. Juga aturan yg bisa memudahkan sebuah komunitas supaya lebih maju dan meriah.
    Lain hal kalau kita main sendiri di rumah, maka semua bebas sesuka hati.

    Yg sy khawatirkan, penentuan jarak lepas yg jauh dalam suatu lapak, ditentukan oleh unsur2 politis yg sifatnya sangat subjektif, individual, demi gengsi, terkesan dipaksakan dan demi kepentingan golongan tertentu saja, tapi berbicara atas nama 'seni'.

    BalasHapus
  9. blantongliplap wrote:
    Lalu bagaimana dengan balap dan pos, dimana jarak lepas juga memiliki perbedaan yang ekstrem? Ketika komunitas balap mempertanyakan jarak lepas komunitas pos, maka muncul pertanyaan besar: "Kenapa harus dilepas jauh-jauh sampai ratusan kilometer? Dilepas 400 meter juga sudah cukup". Demikian pula sebaliknya bagi komunitas pos yang mempertanyakan komunitas balap yang hanya melepas burung di bawah 1,3 km. Saya pikir sama saja bahwa ini adalah seni, sesuatu yang mengalir dan tidak bisa dipaksakan, bahkan terkadang tidak untuk dipertanyakan. Ada hal lain lagi yang dapat dilihat dari aspek struktral dari komunitas pos dan balap, bahwa komunitas ini cenderung lebih mudah untuk distandarisasi, karena memiliki lebih banyak unsur-unsur yang bisa disistematir. Bahkan tidak menutup kemungkinan menjadi standar internasional. Why not....????

    Oleh karena itu, bila kita melihat sesuatu dari perspektif lain, dan berusaha untuk memahami dan "menjadi", maka besar kemungkinan kita akan lebih mengerti, bahwa seni adalah seni.

    Untuk merpati pos, balap dan kolongan, saya menilai bahwa mereka menetapkan acuan penilaian berdasarkan kriteria yg baku, memudahkan komunitas, tanpa menghilangkan unsur seninya.
    Merpati pos melombakan kecerdasan dan kecepatan pulang kandang. Seninya adlh memiliki burung yg cerdas dgn homing instinct yg kuat. Maka dgn bertambah jarak lepas, maka bertambah seru permainan.
    Merpati balap cukup 1000mtr saja. Bahkan sekarang sudah ditetapkan bahwa lomba nasional syarat minimal trek balap hanya 800mtr (dikurangi). Ini karena seni merpati balap adlh kemampuan terbang yg cepat (sprint). Tidak perlu lepas jauh2.

    Lalu bagaimana dgn merpati tinggi tomprangan? Apakah dgn bertambahnya jarak lepas yg jauh dan sulit, maka bertambah kualitas seninya? Bukankah seni merpati tomprang adlh melihat cara turunnya menuju landasan?
    Lalu bagaimana dgn para pemula yg baru terjun ikut di lapak2? Haruskah para senior merpati tinggi mengabaikan mereka dgn cara 'mensortir' dgn jarak lepas yg sulit?

    BalasHapus
  10. wah..wah...!! knapa harus nunggu sampe jarak 7KM..? kalo bener2 merpati tinggian ga perlu donk ah..jarak 1,5 KM aja tingginya udah super..malah justru kalo terlalu jauh malah tenaganya gembos..nah kalo udh gitu turunnya jd ga maksimal donk...okelah kalo ada yg bilang merpati tinggian harus punya fisik yg bagus..tp kita liat efisiensinya jg...masa sekali gaburan aja butuh waktu setengah jam perjalanan ..? belom waktu merpatinya kembali..ckckckck...

    BalasHapus
  11. "Yang saya belum paham, seolah-olah sudah menjadi ketentuan (hukum) bahwa semakin jauh burung dilepas, maka datangnya akan semakin tinggi. Saya kira asumsi ini perlu dikaji ulang karena asumsi ini mengabaikan fakta bahwa setiap burung punya karakter dan kemampuan terbang yang berbeda-beda. Tidak semua burung terbangnya akan semakin tinggi kalau jarak lepasan ditambah. Bisa juga sebaliknya.

    Harusnya kita lebih fokus pada burungnya, bukan pada jarak lepasannya. Dan kita nggak perlu kuatir dengan burung yang terbangnya pendek, karena kalau nggak gandeng toh lomba batal. Selain itu, nanti juga akan terjadi seleksi bahwa burung yang terbangnya ngerobok, nilainya akan lebih rendah dari yang terbang nggremet. Bagaimanapun juga seleksi alam akan terjadi.

    Tapi kalau dikatakan: makin jauh jarak lepasan, resiko hilang makin besardan waktu latihan lebih lama, nah ini saya setuju banget" Ini postingan dari Saudara ANKILLE JATONG PIGEON yg bener2 sesuai fakta.... soalnya saya (bersama teman2) udh mencoba dari lepasan jarak 1KM sampai mentok pantai kira2 6KM. justru 99% merpati dr sepaguyuban terlihat kerja maksimal ( kualitas tinggi dan turunnya) pada jarak 1KM sampai 2KM..ada sih yg pada lepasan 6KM burung bener2 tinggi ampe ga keliatan ( cuma bunyi sawangan doank) tp pas turun bener2 rusak sak sak sak... muter2 kaya komedi puter...boro2 masuk kolong..merpati ampe tanah aja seperti linglung..ga sadar...

    BalasHapus

Mengenai Saya

Foto saya
Name me a fan ankillejatongpigeon racing pigeon breeders and height kolongan I played altitude racing pigeons since I was little, my grandfather taught about many things including love saying the pigeons, and I love it, I live in Indonesia country, where the location of adjacent and both doors and the neighboring countries of Indonesia's capital